Sabtu, 24 Oktober 2009

khusus tips biar ga keguguran

KEGUGURAN berulang bisa mengakibatkan tekanan mental bagi pasangan suami (istri). Pembekuan darah yang menyumbat aliran darah plasenta disinyalir menjadi salah satu penyebabnya.

Yati Haris, 32, gembira saat dokter kandungan menyatakan dirinya positif hamil. Namun, perempuan yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil tersebut juga merasa cemas. Pasalnya, sebelumnya dia pernah mengalami keguguran. Dia takut kejadian tersebut akan menimpanya kembali. Empat bulan bayi dalam kandungannya tumbuh sehat sesuai usianya. Namun memasuki usia kandungan ke lima, hal yang dikhawatirkan menimpanya kembali.

"Waktu itu saya sedang dalam perjalanan menuju kantor. Awalnya saya tak merasakan gejala apa-apa. Hanya sesekali nyeri di bagian tengah perut, saya pikir wajarlah karena semakin besar kandungan," kenangnya. Namun setelah 30 menit menempuh perjalanan, Yati tiba-tiba merasa perutnya sakit sekali. "Tiba-tiba terjadi pendarahan yang cukup banyak. Saya pun menangis sejadi-jadinya di dalam mobil. Mana saat itu jalanan lagi macet," ungkapnya. Sang suami lantas dengan sigap membawa mobilnya ke rumah sakit terdekat. "Tapi terlambat, dokter menyatakan saya keguguran," kata Yati.

Mengalami keguguran dua kali membuat Yati sedih bukan kepalang. Malah dia sempat kapok untuk hamil lagi. "Tapi Alhamdulillah, pada kehamilan berikutnya saya sangat menjaga kandungan saya, anak pun sudah lahir sekarang," ceritanya.

Tak hanya Yati yang memiliki pengalaman pahit tersebut. Banyak perempuan-perempuan lain yang bernasib sama dengannya. Dalam istilah medisnya, keguguran dikenal dengan istilah abortus.

Keguguran merupakan kegagalan kelangsungan proses kehamilan secara spontan pada usia lebih dini atau sama dengan 20 minggu atau berat badan kurang dari 500 gram.

"Kira-kira satu dari enam pasangan yang ingin mempunyai anak, salah satunya akan mengalami keguguran," tutur ahli ginekolog dan obstetrics, Dr Kanadi Sumapraja SpOG MSc dalam acara konferensi media, Jakarta International Gynecology and Obstetrics Meeting (JIGOM) 2009 dengan tema "Meningkatkan Kualitas Hidup Wanita Indonesia" di Laboratorium Prodia, Jakarta, baru-baru ini.

Kalau keguguran hanya terjadi sekali masih wajar, tapi bagaimana bila keguguran terjadi berulang? Kanadi mengemukakan bahwa keguguran berulang merupakan kejadian yang dapat menimbulkan tekanan mental bagi pasangan suami-istri yang sangat mendambakan kehadiran seorang anak.

"Terjadinya keguguran yang berulang-ulang pun dapat memicu timbulnya perasaan bersalah pada seorang wanita yang mengalaminya karena menganggap dirinya tidak mampu untuk mempertahankan kehamilannya," ucap dokter yang berpraktik di RSCM Jakarta ini.

Kanadi menyebutkan, angka keguguran spontan di populasi adalah berkisar antara 15-20 persen untuk seluruh kehamilan. Apabila hanya menggunakan probabilitas saja, maka angka kejadian keguguran berulang diestimasikan dapat menimpa antara 0,3-0,4 persen pasangan. "Tetapi di luar dugaan, ternyata angka kejadian keguguran berulang, sedikit lebih tinggi dari yang diperkirakan yaitu mencapai hingga 1-2 persen pasangan," tandasnya.

Sementara data secara epidemiologi keguguran yang terjadi berulang, yaitu mengalami keguguran tiga kali berturut-turut pada usia kehamilan kurang dari 24 minggu sebesar 1-2 persen.

"Itu hanya angka kisaran saja karena selama ini tidak pernah ada berapa angka keguguran yang pasti di Indonesia. Hal itu disebabkan kejadian keguguran banyak yang terjadi di luar rumah sakit seperti di rumah dan keguguran tidak pernah dicatat seperti pada angka kematian," ungkap dokter yang mengambil gelar spesialis di Universitas Indonesia ini.

Seorang wanita dapat didefinisikan mengalami keguguran berulang apabila mengalami kejadian keguguran sebanyak 3 kali atau lebih secara berturut-turut pada usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Kanadi menambahkan, di Amerika, Inggris, dan Eropa,ada tiga rekomendasi yang harus diketahui jika terjadi keguguran, yaitu melihat apakah ada kelainan kromosom, kelainan anatomi atau ada kelainan darah, misalnya terjadi pembekuan darah.

Kanadi menambahkan, keguguran bisa disebabkan oleh banyak hal, seperti pendarahan, stres, dan rahim lemah. Satu lagi yang paling banyak memicu keguguran adalah sindrom pembekuan darah (antiphospholipid syndrome).

"Terjadinya keguguran pada sindrom antifosfolipid diperkirakan diakibatkan oleh adanya thrombosis (pembentukan bekuan darah) yang akan menyumbat aliran darah plasenta," jelasnya.

Bisa di tangkal dengan Terapi Heparin

"Diperkirakan 7 persen sampai 25 persen penderita keguguran berulang berhubungan dengan adanya sindrom antifosfolipid dan trombofilia yaitu gangguan pembekuan darah," tutur dokter kelahiran Jakarta, 4 November 1968 ini.

Kanadi menyebutkan, sindrom tersebut terjadi karena jika darah tersebut gampang membeku, maka bisa dengan mudah menutupi pembuluh darah. Inilah yang membuat bayi sulit mendapatkan makanan yang menyebabkan bayi meninggal. Biasanya untuk kondisi seperti ini digunakan heparin yang memiliki efek antikoagulan.

"Pembekuan darah ini bisa dicegah dengan pemberian heparin (senyawa untuk mengencerkan darah)," kata dokter yang mengambil gelar MSc in Human Immunity di Fakultas Kedokteran Universitas Liverpool, Inggris, ini.

Ternyata pengobatan menggunakan heparin (senyawa pengencer darah) ini selain bisa mencegah terjadinya pembekuan darah, juga memiliki efek menghambat pengikatan antibodi antifosfolipid. Obat ini juga bisa memicu terjadinya efek antiradang (antiinflamasi) serta memfasilitasi proses penempelan (implantasi) plasenta di rahim. Karena itu, diduga efek dari pemberian heparin terhadap kasus keguguran berulang akibat sindrom antifosfolipid tidak hanya disebabkan efek antikoagulannya.

"Umumnya heparin diberikan setelah pasien terdeteksi positif sindrom antifosfolipid serta selama masa kehamilan. Tapi dosis yang diberikan harus tepat agar tidak terjadi pendarahan pada ibu itu sendiri," pesannya.

Hal yang sama juga dikatakan dokter spesialis kandungan dari RSCM, Dr Dwiyana Octaviani. Dokter yang akrab disapa dr Ovi ini menuturkan, heparin ini lebih dari sekadar antikoagulan atau obat yang bisa membuat darah menggumpal, juga penting diberikan sesegera mungkin saat ibu hamil. "Saat terdeteksi kehamilan dan selama kehamilan, hendaknya ibu hamil diberikan heparin," ungkapnya di acara yang sama.

Tidak ada komentar: