MENGAPA pria berbohong dan wanita menangis? Itulah yang ditanyakan Allan Pease dan Barbara Pease, dan sekaligus menjadi judul salah satu buku laris mereka. Selain buku itu, keduanya juga menulis buku-buku laris lainnya yang judulnya “serupa tapi tak sama”, seperti: Why Men Don’t Have a Clue and Women Always Need More Shoes, Why Men Can Only Do One Thing at a Time and Women Never Stop Talking, dan Why Men Don’t Listen and Women Can’t Read Maps.
Nah, dari judulnya saja sudah ketahuan kalau kedua penulis jelas-jelas ingin memperlihatkan adanya perbedaan mendasar antara pria dan wanita. Sebagai marketers, kita memang harus bisa memperhatikan dengan cermat karakter pria dan wanita ini. Merekalah pelanggan kita. Kalau sampai salah membacanya, akan sulit bagi kita untuk menjual produk kita kepada mereka.
Kembali ke judul di atas. Memang ada pernyataan yang bernada guyon, wanita itu sering menangis ketika mengetahui pasangan prianya bohong. Tapi sebaliknya, pria terpaksa bohong karena takut pasangan wanitanya malah menangis dan jadi emosional tidak karuan kalau diceritakan kenyataan yang sesungguhnya. Ruwet, kan?
Wanita memang dianggap lebih emosional ketimbang pria. Namun jangan salah, di era New Wave Marketing ini, pria pun jadi lebih emosional. Seperti sudah saya uraikan dalam buku Marketing in Venus, pria memang diuntungkan dengan kemajuan teknologi saat ini. Pria dulu dikenal sulit untuk mengekspresikan perasaannya; bukan karena mereka tidak memiliki emosi, tetapi karena pria kadang tidak tahu bagaimana cara mengungkapkannya.
Bagi kaum pria, merangkai kata-kata dan mengungkapkan perasaan bukanlah pekerjaan gampang. Dibutuhkan ketrampilan khusus untuk melakukan hal itu. Mereka lebih mudah mengungkapkan emosi dengan simbol-simbol, tidak secara terang-terangan.
Nah, dengan adanya teknologi seperti SMS yang memungkinkan pengungkapan isi hati tanpa perlu bertatap muka, kaum pria jadi lebih mudah mengungkapkan emosi dan perasaannya. Selain itu, secara biologis, pria memang lebih fokus. Pria sulit untuk memecah-mecah pikiran dan ngobrol dengan beberapa orang sekaligus karena mereka perlu berkonsentrasi penuh.
Namun, berkat adanya teknologi chatting, saat ini pria sudah bisa ngobrol dengan beberapa orang sekaligus dengan hanya terfokus kepada satu layar saja. Pria jadi lebih mampu berbagi cerita dengan orang lain. Dan tak hanya itu, teknologi chatting ini juga memungkinkan pria memperhatikan detail pembicaraan. Mereka juga dapat melihat ulang tulisan yang ada sebelumnya.
Singkatnya, kaum pria jadi semakin seperti wanita. Mengapa demikian? Karena pria lebih mengandalkan mata. Dengan percakapan di dunia maya yang dikomunikasikan lewat mata, mereka menjadi terakomodasi dalam menangkap banyak informasi. Sejumlah penghalang untuk berkomunikasi dan mengungkapkan emosi pada pria kini telah diakomodasi oleh teknologi sehingga pria tidak lagi menghadapi kesulitan untuk mengekspresikan emosinya.
Kecanggihan teknologi juga mempermudah pria untuk melakukan berbagai pekerjaan sekaligus, tanpa kehilangan fokusnya. Semua itu juga menjadikan insting pria pun lebih terasah. Pria seperti inilah yang dikenal sebagai “metroseksual.”
Pria metroseksual ini bukan berarti mereka gay atau kecewek-cewekan. Mereka masih tetap pria heteroseksual dan tetap macho. Hanya saja sosok macho bagi pria metroseksual mengalami redefinisi, bukan lagi seperti Charles Bronson, Arnold Schwarzenegger, atau Sylvester Stallone, tapi sosok-sosok seperti David Beckham, Johnny Depp, atau Brad Pitt.
Pria metroseksual ini juga punya kemampuan berkomunikasi dan interpersonal skills yang sangat baik. Mereka juga introspektif dan punya intuisi yang lebih tajam ketimbang pria kebanyakan.
Sekarang ini sudah banyak pria yang tidak malu-malu lagi disebut metroseksual. Saya sendiri contohnya. Saya nggak malu disebut metroseksual, karena itu berarti menunjukkan kalau saya bisa lebih sensitif terhadap situasi.
Saya selalu menangis ketika menonton pertunjukan teater The Phantom of the Opera. Terutama pada adegan-adegan terakhir ketika tokoh Erik, si “hantu”, akan meninggal dunia. Padahal, saya sudah nonton pertunjukan ini tiga kali, yaitu ketika di New York, London, dan Singapura.
Jadi, bisa Anda lihat bahwa pria dan wanita saat ini sudah sangat jauh berbeda dibanding sekian tahun lalu. Konklusinya, sebagai marketers Anda memang harus benar-benar mengerti pelanggan Anda sedalam-dalamnya. Meminjam judul lagu Bee Gees, how deep is your love to your customers?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar