Tapak Tilas Sejarah Brussels
SEBAGAI kota dengan warisan arsitektur kuno, Brussels juga memiliki museum yang sarat akan sejarah Ibu Kota Belgia tersebut. Apa saja keunikannya?
Museum adalah tempat pertama yang wajib dikunjungi oleh setiap turis ketika menginjakkan kaki di sebuah negara. Di dalam museum, kita bisa melihat banyak hal, terutama latar belakang terbentuknya sebuah kota. Oleh karenanya, SINDO yang tengah mengunjungi Brussels, menyempatkan diri untuk mengunjungi museum yang terletak di alun-alun kota Brussels (Grand Place/Grote Markt). Tempat ini cukup strategis karena di sinilah jantung wisata di Brussels.
Untuk menuju alun-alun Kota Brussels, SINDO harus berjalan kaki kurang lebih satu kilometer dari parkir khusus bus. Dengan napas yang terengah-engah karena suhu udara yang dingin, SINDO bersama wartawan lainnya akhirnya tiba di alun-alun kota Brussels dalam waktu kurang lebih 15 menit. Di tempat ini berdiri dengan megah gedung-gedung berarsitektur kuno dari abad ke-17-18, seperti Brussels Tapestries, Maison du Roi, dan Hotel de Ville. Di sebelah kanan tampak Museum Kota Brussels yang dibangun pada abad ke-19.
Sebelum mengintip isi museum, rasanya tidak afdal kalau belum memaparkan sejarah di balik pembangunan Museum Kota Brussels ini. Museum Kota Brussels berada di dalam sebuah bangunan yang memiliki dua nama, yakni rumah raja (King's House) dan rumah roti (Broodhuis).
Dualisme nama bangunan ini konon mencerminkan realitas sosial dan ambisi politik yang tengah berkembang di Brussels pada masa lampau. Pada abad ke-16 bangunan ini sempat digunakan sebagai tempat pemerintahan Raja Charles V. Namun pada abad ke-19, akhirnya bangunan tersebut dirombak total dan dibangun ulang dengan gaya gotik.
Adalah Wali Kota Brussels Karel Buls yang menjadi otak di balik keberadaan Museum Kota Brussels. Tepatnya pada 1884, Buls memutuskan untuk membangun museum yang bisa memberikan informasi kepada warganya mengenai sejarah kota tempat mereka tinggal. Tiga tahun kemudian, museum ini akhirnya resmi dibuka untuk umum. Awalnya, koleksi museum hanya dipajang di lantai dua bangunan. Upaya untuk menggunakan seluruh bangunan sebagai museum sempat terganjal pada saat Perang Dunia II. Namun, keseluruhan bangunan tersebut akhirnya beralih fungsi menjadi museum pada 1960.
Bayangan bahwa interior museum sangat luas dan lapang akhirnya buyar saat SINDO memasuki lantai dasar Museum Kota Brussels. Faktanya hampir setiap ruangan di museum ini tidak terlalu besar. Meski demikian, seperti halnya gedung berarsitektur kuno lainnya, Museum Kota Brussels memiliki langit-langit yang tinggi sehingga ruangan tidak terasa sesak.
Masing-masing lantai museum menyimpan koleksi yang berbeda. Di lantai satu, turis bisa menemukan berbagai koleksi seni dan dekorasi khas Brussels, seperti wall tapestries, lukisan, kerajinan khas Brussels faience,dan goldsmith work. Sementara di lantai dua, kita bisa melihat berbagai dokumen dan miniatur Kota Brussels.
Menginjakkan kaki di lantai tiga, koleksi yang dipajang pun semakin beragam. Di lantai ini turis bisa menemukan berbagai koleksi yang menunjukkan perkembangan budaya, ekonomi, dan sosial Kota Brussels. Koleksi tersebut ditampilkan dalam bentuk dokumen, lukisan, dan manuskrip. Museum dibuka pada hari Selasa sampai Jumat, pukul 10.00 pagi hingga 17.00. Untuk dewasa dikenakan tiket sebesar 3 euro, sementara untuk anak-anak sebesar 1,50 euro. Mengunjungi Museum Kota Brussels rasanya seperti melakukan tapak tilas di Ibu Kota Uni Eropa tersebut.
Nah, berhubung kita berada di Indonesia, jangan lewatkan kesempatan untuk mengunjungi museum-museum yang tersebar di seluruh Tanah Air. Siapa lagi kalau bukan kita yang melestarikan sejarah Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar