Minggu, 11 Januari 2009

gadis dibalik puisi

Bulan bahasa di sekolah sudah di mulai, siswa dan siswi di sekolah itu muali bersiap untuk menunjukan kemampuan mereka di bidang sastra, tak ketinggalan Bimo seorang siswa yang sangat terkenal dengan puisi-puisi nya, ia telah menyiapkan puisi yang akan dibacakan pada lomba menulis dan membaca puisi.
Hari itu pun tiba, saat Bimo tampil di depan juri dan murid-murid yang lainnya yang sudah menantikan penampilan nya. Langkah kaki nya mengantarkan dirinya ke atas panggung, perlahan ia mulai membacakan puisi yang ia buat untuk sahabat nya…
Best Friend
Dirimu adalah kebahagiaan untukku
Kehadiranmu adalah kekuatan untukku
Dimatamu terpancar cahaya
Yang mengantarku menuju masa depan
Bersama jejak kakimu
Aku melangkah
Menelusuri jalan yang indah
Sahabat
Begitu berharga dirimu untukku
Tak mudah menemukan orang sepertimu

Dengan penuh penghayatan ia membacakan puisi tersebut, sejenak membuat yang mendengar nya terdiam, merasa tersentuh hati nya oleh puisi Bimo seluruh penonton menepuk tangan mereka.
“Bim, puisi lo tadi keren banget…..” jelas Dinda teman sekelas Bimo.
“Masa sih? Kaya nya biasa aja,”
“Mungkin bahasa nya biasa aja Bim, tapi isi dari puisi lo itu, bikin gue sama anak-anak yang laen sadar betapa penting nya seorang sahabat,”
“Ya, semoga aja anak-anak yang laen sadar kalo sahabat itu orang yang penting bagi kehidupan kita,”
“Yaudah deh Bim, gue ke kantin dulu ya…. Ke kantin bareng yuk,”
“Udah lu duluan aja, masih ada urusan,”
“Yaudah gua pergi dulu ya, dah…” Dinda pun berlalu menelusuri koridor-koridor sekolah.
Dari hobi nya membuat puisi Bimo sudah bisa menghasilkan uang sendiri, ia sering mengirim puisi-puisi nya ke redaksi majalah-majalah remaja. Belakangan ini ia sering menuliskan puisi-puisi yang bertemakan cinta.
“Bim, puisi lo dimuat di majalah lagi ya?”
“Gua udah ngirim sih, tapi gak tau diterima apa nggak,”
“Nih puisi lu bukan?” Dinda memperlihatkan sebuah majalah yang memuat puisi dari Bimo.
“Eh iya ini puisi gua,”
“Wah hebat lo Bim, dapet inspirasi dari mana sih?” Bimo hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaan Dinda.
Pertanyaan Dinda barusan bukan yang pertama bagi Bimo, teman-teman yang lain nya juga sering sekali menanyakan tentang hal itu, mereka pikir pasti ada seseorang yang membuat tangan nya dapat dengan mudah menari di aas kertas menggoreskan kata-kata indah yang penuh makna.
Bu Retno guru bahasa Indonesia di sekolah Bimo, menyuruh murid-murid nya membuat puisi dan dibacakan di depan kelas untuk pengambilan nilai akhir semester, Bimo sangat gembira mendengar hal itu, karena ia sangat mencintai tugas seperti itu.
“Bim, bikinin gua puisi dong buat pengambilan nilai nanti,” Dinda merayu Bimo yang sedang sibuk dengan es jus nya.
“Gak mao ah…tar gua diomelin bu Retno,”
“Ya lu kan temen gua, gak bakal ketauan deh,”
“Kalo bikinin ua gak bisa, tapi kalo bantuin gua bisa,”
“Yaudah tar malem gua ke rumah lo ya,”
“Tapi lo bantuin gua ngerjain PR fisika ya,”
“Okay, jam 7 gua nyampe di rumah lo,”
Begitulah Bimo meski ia pandai membuat puisi, tetapi ia tidak pernah mau bila disuruh membuat puisi buat orang lain.

Seperti janji nya di sekolah, tepat jam 7 malam Dinda tiba di rumah Bimo, Bimo juga sudah menantikan kehadiran Dinda.
“Kita ngerjain PR fissika nya dulu aja yuk,” Bimo memulai percakapan diantara mereka.
“Gak mao ah, bikin puisi nya aja duluan,”
“Dasar cewe, emang mao nya sselalu duluan,”
Keduanya pun terhanyut dalam suasana malam, kata-kata yang indah telah terukir manis di atas kertas yang semula tak berisi apapun. Bintang-bintang dan cahaya sang bulan telah memberikan inspirasi yang sangat besar untuk mereka.
“Wah Bim, kayak nya puisi gua dah selesai nih,” Dinda menunjukkan selembar kertas yang bertuliskan puisi nya kepada BImo.
“Hmm….bagus juga, tapi ada kata-kata yang kurang pas deh,”
“Tapi kan itu dah dapet banget inti dari puisi itu,”
“Iya gua ngerti, tapi pemilihan kata dalam puisi itu penting banget lho,”
“Owh begitu, yaudah perbaikin dong,”
Malam pun semakin larut, rembulan semakin menampakkan kekuasaannya di singgasana langit yang bertabur bintang-bintang. Mereka telah selesai mengerjakan semua pekerjaaan mereka.
“Bim, sebelum gua pulang gua mao liat puisi yang bakal lo bacain besok boleh ga?”
“kayak nya ga bisa deh,”
“Kok gitu sih?”
“Ya…biar jadi surprise aja,”
“Kalo pertanyaan gua yang kemaren bisa lo jawab sekarang ga?”
“Pertanyaan lo yang mana?”
“Yang soal inspirasi lo dalam membuat puisi, anak-anak juga udah pada penasaran lho,”
“Hmm….kayak nya semua pertanyaan itu bakal gua jawab besok melalui puisi gua,”
“Yang bener?”
“Iya, gua janji,”
“Yaudah gua balik dulu ya, dah malem,”
Bimo pun menemani langkah Dinda menuju pintu pagar rumah nya, tak lupa Dinda berpamitan kepada kedua orang tua Bimo.
“Kok supir lo ga jemput?”
“Tadi kata nya mobil nya lagi dipake sama kakak gue,”
“Kalo gitu gua anterin lo pulang deh,”
“Gak usah, tar ngerepotin lagi. Gua bisa naek ojek,”
“pokok nya lu harus gua anterin, gak baik perempuan jalan sendirian dimalem hari. Tar kalo kenapa-kenapa gua juga yang disalahin,”
Saat pengambilan nilai membaca puisi pun tiba, semua telah siap dengan puisi nya yang terbaik, termasuk Bimo dengan puisi yang dia anggap special ia telah menyiapkan diri nya matang-matang. satu persatu para siswa membacakan puisi nya di depan kelas kii tiba saat nya giliran Bimo yang membacakan puisi nya.
Mungkin inilah penampila yang telah di nanti-nantikan oleh seisi kelas tersebut, pemuda yang terkenal dengan puisi-puisi indah nya telah bersiap dengan penuh karisma yang ia miliki, nampak nya ada yang berbeda dengan diri Bimo saat ini, ia terlihat gugup tidak sepertibiasanya. Tak lama kemudia ia pun muai berbicara di depan kelas.
“Baik lah saya akan membacakan puisi dan menjawab pertanyaan teman-teman semua tentang siapa yang menginspirasikan puisi-puisi saya,”
Perlahan-lahan Bimo mulai membacakan puisi nya, yang mampu membuat teman-teman nya terdiam.

Gadis Manis dari Pulau Dewata
Hembusan angin pantai yang menyapu jiwa
Menghempaskan ku, kedalam lembutnya pasir putih
Deruh ombak yang memekakan telingaku
Seakan memberikan ku sebuah pertanda
Akan hadirnya dirimu
Gadis manis dari pulau dewata
Begitu kupanggil dirimu
Wajahmu seputih pasir di tepi pantai
Hatimu secerah mentari dikala senja
Gadis manis dari pulau dewata
Kau lah inspirasi ku
Setelah Bimo mengakhiri puisi nya, Dinda kaget dengan isi puisi dari Bimo tersebut, ia merasa ada sesuatu yang berkaitan antara puisi itu dengan dirinya.
Setelah bel pulang berbunyi, Dinda segera menemui Bimo untuk menanyakan tentang gadis yang bimo maksud dalam puisi tadi.
“Bim gua minta tolong sama lo, untuk jelasin sama gua tentang gadis yang lo maksud di puisi lo tadi,”
“Dinda, kenapa lo belom ngerti juga? Selama ini yang adi inspirasi gua tuh elo,”
“Gak mungkin, lo bohong kan Bim?”
“Gua serius, sejak kita pertama kali lo pindah ke sekolah ini gua udah ada perasaan sama lo,”
“Kenapa lo bisa tau kalau gua gadis Bali?”
“Mungkin lu gak pernah inget kejadian saat lo hampir tenggelam saat lo maen selancar di Bali,”
“Maksud lo?
“Waktu itu gua lagi liburan di Bali, dan saat gua main-main di pantai gua ngeliat lu jatuh dari papan selancar lo, lalu gua ngegotong lo sampai ke tepi. Gua yakin lu gak akan tau siapa yang bawa lo ke tepi pantai, karena saat itu lo pingsan dan saat lo sadar gua udah pergi ninggalin lo,”
“Jadi lo udah nyelametin nyawa gua Bim? Tapi kenapa lo gak pernah cerita tentang hal ini ke gua?”
“Gua bukan orang yang bisa mengungkapkan perasaan nya dengan mudah, jadi selama ini gua cuma bisa ngungkapin perasaan gua sama kertas sampe jadi puisi-puisi yang kata orang itu semua puisi yang sangat indah,”
Dinda terdiam, ia seakan tak bisa mengucapkan sepatah katapun. Ia masih belum bisa percaya dengan semua yag Bimo katakana kepadanya. Mungkin hari esok akan menjadi hari-hari yang berbeda antara dirinya dengan Bimo.

Tidak ada komentar: