Lupa Tak Dapat Terhindarkan
foto: Ilustrasi |
Menurut dokter ahli kelupaan - atau istilah medisnya disebut demensia - memang kerap menjangkiti seseorang di saat-saat tertentu dengan beragam gejala.
Mulai kealpaan melakukan pekerjaan, sulit mengingat apa yang sudah dikerjakan, kehilangan kata-kata dalam suatu percakapan, tidak fokus dalam sebuah pekerjaan, mengulangi pertanyaan yang sama, kesulitan mempelajari hal-hal baru, hingga menurunnya kemampuan menganalisa dan mengambil keputusan.
Semua hal ini bisa jadi merupakan gejala yang dapat dikaitkan dengan demensia, atau gangguan yang bermuara pada gangguan saraf memori di otak. Pada tingkat yang lebih lanjut, akan membuat seseorang kehilangan kemampuan daya ingatnya.
Bahkan sampai tidak bisa mengenali anggota keluarga sendiri. Atau, kehilangan kemampuan untuk melakukan rutinitas dalam kehidupannya sendiri. Namun, tak semua kelupaan merupakan gejala demensia. Oleh karena itu, sebaiknya demensia dipahami secara tepat agar mudah teridentifikasi dan tidak terlanjur parah.
Tiga Jenis Demensia
Demensia atau penyakit suka lupa ini adalah gangguan yang mengacu pada proses kerusakan sel-sel saraf otak. Sifat gangguan ini umumnya tidak menyerang secara tiba-tiba, tetapi didahului dengan sejumlah penyebab tertentu seperti usia lanjut, depresi, infeksi otak (termasuk yang disebabkan oleh HIV/AIDS), trauma kepala, dan lainnya, yang secara perlahan menurunkan kemampuan kognitif seseorang.
Kendati demikian, jangan dulu salah menduga. Demensia bukanlah penyakit yang identik dengan para manula, lho! Gejala demensia pun dapat menjangkiti siapapun, bahkan pada orang yang masih berusia 20 tahun sekalipun.
Ya, demensia memang memiliki beberapa penyebab yang diklasifikasikan sesuai tipe gangguannya. Sindroma yang ditandai dengan terganggunya kemampuan berpikir ini. Bisa dibedakan ke dalam 3 jenis.
Pertama, penurunan daya ingat yang sesuai dengan proses penuaan otak normal. Kedua, gangguan kognitif ringan atau mild cognitive impairment. Dan ketiga, gangguan penurunan daya ingat yang menghambat pekerjaan atau aktivitas sehari-hari.
Ada Banyak Penyebab
Konon, sekitar 60-70 persen penyebab demensia dikaitkan dengan penyakit yang dapat diturunkan seperti Alzheimer. Sisanya dapat disebabkan oleh gangguan akibat trauma dalam otak seperti stroke, Parkinson, multiple sclerosis, hidrosefalus, tumor otak, trauma kepala, infeksi pada otak, HIV/AIDS, penyakit thiroid, gangguan fungsi hati, dan lupus.
Penyakit-penyakit tadi secara sistemik berkontribusi terhadap terjadinya kerusakan pada sel saraf otak, sehingga menurunkan kemampuan daya ingat seseorang.
Pada kasus stroke yang berturut-turut, misalnya, bisa menyebabkan terjadinya beberapa sumbatan aliran darah (multi-infark) pada pembuluh darah di otak. Sehingga menyebabkan kerusakan jaringan otak dan menurunkan kemampuan respons terhadap bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak.
Namun, tak tertutup kemungkinan demensia juga dapat menjangkiti seseorang akibat gaya hidupnya yang buruk. Menu makanan yang kurang vitamin B-12 dan asam folat, kebiasaan mengonsumsi alkohol, stres, dan mengkonsumsi obat-obatan tertentu juga dapat memicu demensia. Kemungkinan terjadinya demensia juga akan semakin besar jika seseorang tadi memiliki riwayat demensia di dalam keluarganya.
Terapi Menyeluruh
Jika merasa mengalami gejala demensia, sebaiknya waspada sejak awal. Demensia dapat berakibat fatal bagi penderitanya, apalagi jika ternyata demensia yang diderita merupakan gejala klinis dari penyakit seperti Alzheimer atau Parkinson. Penyakit ini secara perlahan dapat menggerogoti kemampuan koordinasi tubuh sampai ke tingkat yang mengenaskan dan menyebabkan kelumpuhan.
Namun, dengan penanganan tepat sejak dini dapat memperbesar kemungkinan pemulihan. Beberapa kasus demensia dapat diobati, karena jaringan otak yang disfungsional dapat menahan kemampuan untuk terjadinya pemulihan jika dilakukan pengobatan yang tepat pada waktunya.
Pengobatan yang dilakukan terhadap penderita demensia ini sifatnya menyeluruh. Tak hanya pengobatan simptomatik (pemberian obat) saja, tapi juga yang bersifat suportif. Bantuan emosional yang diberikan oleh keluarga dan teman dekat, pemeliharaan diet (pola makan), rekreasi, hingga terapi dengan aktivitas tertentu seperti senam otak atau brain gym juga dapat dilakukan.
Di samping itu, aktivitas berkelompok atau reminiscence group therapy juga biasanya dilakukan untuk menerapi penderita demensia ini. Aktivitas berkelompok ini ditujukan untuk menggali kemampuan otak mengingat memori jangka panjang. Misalnya mengingat-ingat masa lalu yang bermakna dengan menggunakan barang-barang kenangan seperti album foto, surat, benda-benda bermakna, dan sebagainya.
Untuk pengobatan yang bersifat kimiawi dapat dengan pemberian vitamin otak sebagai anti oksidan, cognitive enhancer, dan nootropik. Juga bisa dengan moodstabilizer untuk memperbaiki suasan hati dan menurunkan stres. Atau, diberi penambahan obat anxiolotik untuk mengusir kecemasan dan sedikit efek menenangkan, juga obat antidepresif dan antipsikotika. Namun tentu saja, semuanya harus berdasarkan diagnosis dokter dan pertimbangan dokter secara tepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar