Morrissey: 'YEAR OF REFUSAL', Kultur Britpop Idealis
Tak banyak musisi yang masih brilian di usia yang menjelang setengah abad, namun bagi Steven Patrick Morrissey brilian adalah menciptakan dan memegang teguh suatu reverse-pattern, baik dalam musik ataupun kepribadian, bahkan jika bukan karena pria asal Manchester itu, The Smiths hanyalah suara gitar Johnny Marr.
Rentang karir yang panjang sejak lepas dari The Smiths yang memberi sumbangsih besar bagi musik Britania Raya di periode 1982 - 1987, membuat Morrissey semakin teguh dengan pattern yang ia ciptakan dan komunikasikan dengan melodi-melodi dark yang depresif dan cenderung sarkastik namun tetap jujur, setidaknya jika kita ingat bahwa kita hanyalah darah dan daging.
Kali ini Morrissey kembali merilis album ke-9 sepanjang karir solonya, YEARS OF REFUSAL. Sebuah full album yang diproduseri oleh tangan dingin almarhum Jerry Finn, dan telah resmi rilis di UK pada 17 Februari 2009 lalu. Di album sepanjang 43 menit 25 detik inilah, musisi yang lahir pada 22 Mei 1959 itu bernyanyi tentang kejujuran dan idealisme yang gamblang.
Dibuka dengan Something Is Squeezing My Skull yang up-tempo serta power chords yang dimainkan dengan oktav naik-turun, Morrissey mengutuk modern life yang 'palsu' dengan "There is no love in modern life Oh, something is squeezing my skull, something i cant fight, there are no friends in modern life." Untuk Anda yang punya akun jejaring sosial dan Anda 'hidup' di sana, jangan tersinggung jika Morrissey mengatakan bahwa itu adalah sebuah ide fana tanpa tujuan.
Kemudian isu gender yang kontroversial, sampai dengan terapi obat-obatan, "Diazapam, valium, tarmazpam, lithium. ECT, HRT, How long must i stay on this stuff? Please don't give me more". Maka jelaslah bahwa Morrissey bukan sekedar Neil Young atau Elvis.
Muncul kemudian track yang dibarengi permainan gitar Jeff Beck, Black Cloud, track 2 menit 48 detik ini penuh dengan sequencer dan kata-kata sederhana, yang kadangkala justru berusaha kita sangkal, klise.
Walaupun banyak lagu di album ini ia tulis bersama Alain Whyte, gitaris yang telah mendampinginya sejak Your Arsenal, ini adalah album pertama di mana gitaris tersebut tidak bermain di dalamnya. Posisinya digantikan oleh Jesse Tobias yang ikut berkontribusi di tiga lagu, All You Need Is Me, Sorry Doesn't Help, dan track penutup I'm OK By Myself.
Namun, lewat I'm Throwing My Arms Around Paris, Morrissey masih relevan baik dari ide maupun musikalitas. Single ini dibangun dengan sebuah aransemen yang kental unsur budaya Irlandia, darah yang mengalir di tubuhnya, serta petikan gitar yang membuat Anda rindu dengan The Smiths. Berbicara soal The Smiths, That's How People Grow Up yang ada di track nomor tujuh sangat mungkin menggantikan sing-a-long anthem Everyday is Like Sunday.
Overall album yang ada di bawah bendera Polydor ini membuktikan sosok seorang Morrissey masih menarik, lepas dari segala kontroversinya. Tapi ketika kita menyebut pop era sekarang seperti buah apel yang tak bisa digigit dua kali dengan rasa yang masih sama enak, Morrissey adalah sebuah pengecualian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar